Seach What Do you Want

Monday 18 October 2010

Filsafat Pendidikan Ayam


Pada dasarnya manusia adalah hayawan yang berakal, seakan tidak jauh berbeda dengan seekor ayam, hanya saja ayam tidak diberi akal, namun Allah memberi akal kepada manusia, sehingga para ahli filsafat mengansumsikan bahwa manusia itu adalah hayawan yang berakal, dan memang itulah kenyataan yang sesuai dengan karakteristik manusia pada umumnya. Kita sebagai manusia tida hanya bisa belajar dari bangku sekolah atau yang lain, karena pendidikan itu sendiri bisa dipandang dari dua sudut pandang yang sangat berseberangan, oleh sebab itulah manusia diajari untuk berfikir bebas seperti halnya seekor ayam (dalam hal pendidikan). Contoh apa yang kita dapati dari  seekor ayam, padahal ia adalah seekor binatang yang sudah jelas tidak memiliki akal, namun dibalik semua itu dapat kita ambil kesimpulan positif seekor ayam dalam memberi pendidikan hidup kepada anak-anaknya, konsep itulah yang harus kita terapkan kepada anak didik kita tanpa memandang dari sudut pandang paragmatism saja, lebih luas dari itu masih banyak konsep seorang pendidik yang harus kita luruskan lagi. Pada tahun 1918 berdiri sebuah aliran filsafat yang memiliki pendapat, baiknya pendidikan saat ini belum tentu baik untuk masa yang akan datang,oleh karena itu, tidak ada salahnya jika kita perbaiki pendidikan saat ini untuk kelangsungan pendidikan yang akan datang, dan yang kita harapkan lebih baik dari sebelumnya.
 Seekor induk ayam mengajari anaknya untuk hidup mandiri, serta meleberkan sayapnya ketika harus hidup tanpa bertumpu kepada siapapunm termasuk induknya. Kemudian ia ajarkan kepada anak-anaknya untuk bangun malam serta bertahajud untuk mendekatkan diri kepada Pencipta, dan menjauhkan diri dari sikap bermalas-malasan, dan yang ada dibenak mereka adalah kreatifitas untuk maju. Induk ayam tidak akan meminta anak-anaknya mengerjakan sesuatu pekerjaan yang belum ia ajarkan, karena ia tahu bahwa sikap seperti itu merupakan perintah yang kurang efektif untuk diberikan kepada anak-anaknya yang memang butuh pengetahuan terlebih dahulu dari induknya. Sama halnya yang terjadi kepada peserta didik, banyak pendidik yang hanya memberikan tugas-tugas melalui Lembar Kerja Siswa (LKS). Seyogyanya seorang pendidik hendaknya meniru seekor ayam yang tanpa memberikan evaluasi kepada anak-anaknya tanpa ia berikan materi dan praktik yang memahamkan terlebih dahulu.
Dalam mengambil kebijaksanaan, hendaknya seorang pendidik jangan mementingkan dirinya sendiri, karena peserta didik juga adalah manusia yang memang bukan sasaran ketika nafsu amarah sudah tidak dapat dikendalikan, serta sesuatu yang dapat menimbulkan kecenderungan kepada hal-hal yang negative. Seorang Plato mengatakan bahwa kebijaksanaan itu meliputi empat budi, yaitu kita bisa mengendalikan emosional diri (perwira), berani, tidak mudah memutuskan sesuatu yang hanya merugikan sebelah pihak (bijaksana), tidak memihak kepada siapapun (adil). Seandainya kita dapat mengamalkan empat teori dan konsep tersebut, mungkin pendidikan yang akan datang seakan berjalan sesuai dengan permintaan zaman.
Konseptual yang terkandung pada seekor ayam adalah bagaimana anak-anaknya mengerti (memahami) apa yang dia ajarkan, bukan seberapa jauh anak-anaknya mengkritisi perkembangan sesuatu yang belum ia ajarkan, walau pada dasarnya kreatifitas diluar jangkauan itu lebih memuaskan, dan konsep  seperti inilah yang harus kita rapikan kembali.
Yang harus kita tinggal dari seekor ayam adalah cara meremka berburu dan mendapatkan makanan. Kalau kita amati memang jauh tidak ada artinya, tetapi apabila seorang pendidik kurang kreatif dan kurang professional, maka hendaknya ia mengasah otaknya atau segala sesuatu yang dapat menghasilkan gagasan baru dalam kegiatannya sebagai seorang pendidik, misalnya : mengikuti seminar, workshop dll.




No comments:

Post a Comment